Jumat, 17 Januari 2014

RADIOFARMAKA




Radiofarmaka merupakan sediaan farmasi dalam bentuk senyawa kimia yang mengandung radioisotop yang diberikan pada kegiatan kedokteran nuklir. Sediaan radiofarmaka pada umumnya terdiri dari 2 komponen yaitu radioisotop dan bahan pembawa menuju ke organ target. Pancaran radiasi dari radioisotop pada organ target itulah yang akan dicacah oleh detector (gamma kamera) untuk direkostruksi menjadi citra ataupun grafik intensitas radiasi.. 

Syarat senyawa radioaktif untuk tujuan diagnosa adalah 1) murni satu nuklida saja, 2) murni secara radiokimia, 3) Pemancar sinar-gamma energi tunggal yang besarnya berkisar antara 100-400 KeV , 4) stabil dalam bentuk senyawa , 5) Waktu paruh biologis pendek. Beberapa contoh sediaan radiofarmaka antara lain : Brom Sufatein I-131 (BSP), Hipuran I-131, Radio Iodinated Human Serum Albumin (RIHSA), Rose Bengal I-131, Tc-99m dalam bentuk senyawa Natrium Perteknetat, Thalium -201, Galium-68. Beberapa contoh radiofarmaka untuk terapi : I-131, Bi-212, Y-90, Cu-67, Pd-109. Radiofarmaka yang banyak dipakai untuk keperluan in-vitro test adalah I-125. 

Produksi sediaan radiofarmaka dapat diklasifikasikan menjadi 4 :
1. Radioisotop primer medical yaitu radioisotop dalam bentuk kimia yang sederhana (biasanya an-organik). Diproduksi dengan cara mengiradiasi atom sasaran dalam reaktor nuklir atau dalam siklotron.
2. Senyawa bertanda medikal yaitu senyawa yang salh satu atau lebih dari atom atau gugusnya digantikan dengan atom unsur radioisotop
3. Generator radioisotop ; untuk mendapatkan radioisotop umur pendek pada lokasi yang jauh dari tempat produksi radioisotop terutama bagi rumah-sakit yang tidak memiliki fasilitas reaktor nuklir maka diciptakanlah generator radioisotop. Generator radioisotop adalah suatu sistem yang terdiri dua macam radioisotop yaitu radioisotop induk induk dan radioisotop anak yang keduanya membentuk pasangan kesetimbangan radioaktif. Radioisotop induk memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada waktu paruh radioisotop anak. Radioisotop anak digunakan untuk keprluan diagnostik maupun terapi.
4. Kit Radiofarmaka ; adalah sediaan non-radioaktif yang terdiri dari beberapa senyawa kimia yang akan ditandai dengan radioisotop untuk menjadi sediaan radiofarmaka. Radioisotop yang paling banyak digunakan adalah Technitium -99m (Tc-99m) karena punya beberapa kelebihan, yaitu :
- Waktu Paruh pendek (6,03 jam)
- Memancarkan gamma murni dengan energi 140 kev
- Mempunyai tingkat valensi 1 sampai 7 sehingga mudah bereaksi dengan senyawa lain.
- Dapat diperoleh dengan cara elusi generator radioisotop.
Oleh kerena itu sediaan radiofarmaka yang berkembang sampai saat ini adalah 
sediaan radiofarmaka Technitium yang disiapkan dalam bentuk kit radiofarmaka, 
sedangakan Tc-99m dapat diperoleh dengan elusi generator.

Mekanisme penempatan radiofarmaka dalam tubuh adalah :
1. Active transport : Secara aktif sel-sel organ tubuh, memindahkan radiofarmaka dari darah ke dalam organ tertentu, selanjutnya mengikuti proses metabolisme atau dikeluarkan dari tubuh. Contoh : I-131 akan ditransfer ke sel-sel thyroid untuk pembuatan T3 dan T4, Tc-99m IDA dan I-131 Rose Bengal oleh sel poligonal hati ditransfer dari darah kemudian diekskresi ke usus halus, lewat saluran empedu, I-131 Hippuran diekskresi oleh tubulus sehingga dapat untuk pemeriksaan ginjal.
2. Phogocytosis : Beberapa Radionuklida seperti Tc-99m, In-113m atau Au-198 jika diikat oleh pembawa materi berbentuk”koloid” maka radiofarmaka ini akab difagosit oleh RES tubuh. Bila radiofarmaka ini disuntikkan secara Intra Vena maka dapat memeriksa scanning liver, limpa, dan sumsum tulang, jika disuntikkan secara subcutan untuk memeriksa kelenjar getah bening.
3. Cell Sequestration (pengasingan sel) : Sel darah merah yang ditandai Cr-51 dan dipanaskan 50 derajat celcius selama 1 menit, lalu dimasukkan ke tubuh penderita secara intravena maka akan diasingkan ke limpa untuk pemeriksaan scanning limpa.
4. Capillary Blockage (Penghalang Kapiler) : Bila pembawa materi berbentuk makrokoloid (dengan ukuran 20-30 mikron) dan disuntikkan secara intravena maka akan menjadi penghalang kapiler di paru-paru. Contoh ; Tc-99m MAA untuk scanning perfusi hati
5. Simple or Exchanged Diffusion (pertukaran difus) : Radiofarmaka tersebut akan saling bertukar tempat dengan senyawa yang sama dari organ tubuh, contoh ; Polifosfat bertanda Tc-99m (Tc-99m MDP) akan bertukar tempat dengan senyawa polifosfat tulang dan dalam jangka 2-4 jam Tc-99m MDP akan merata dalam tulang, pemeriksaan untuk mendeteksi lesi otak denagn RIHSA dan cairan interselluler otak.
6. Compartmental Localization (kompartemental) : Bila radiofarmaka dapat menggambarkan blood pool karena keberadaannya yang cukup lama dalam darah maka ikatan ini dapat dipakai untuk scanning jantung dan plasenta (ventrikulografi dan placentografi). Contoh ; RIHSA untuk pemeriksaan plasenta, Cr-51 eritrosit, Tc-99m Sn eritrosit untuk ventrikulografi jantung.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih radiofarmaka uantuk pemeriksaan adalah :
1. Jenis peluruhan radiasi ; Untuk keperluan pemeriksaan eksternal in vivo, sinar-gamma dengan energi 100-500 kev sangat ideal. Karena radiasi dengan energi lebih besar 500 kev akan mampu menembus pelindung dan sekat-sekat pada kolimator sehingga terjadi penurunan spatial resolution. Juga dengan energi sangat kecil (lebih kecil 20 kev) banyak penyerapan foton oleh jaringan sebelum mencapai detektor. Dengan demikian sinar gamma murni tanpa radiasi partikel yang dibutuhkan untuk diagnostik kedokteran nuklir.
2. Waktu Paruh : meliputi waktu paruh fisik yaitu waktu yang diperlukan zat radioaktif untuk mencapai kativitas setngah dari aktivitas mula-mula, waktu paruh biologis yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan setengah radionuklida murni dari suatu organ tubuh serta waktu paruh efektif yaitu waktu yang diperlukan setengah zat yang telah dimasukkan ke dalam tubuh.
3. Biological Behaviour : Menyangkut perlakuan organ tubuh terhadap radiofarmaka tersebut., sehingga penting untuk menentukan paparan radiasi dari suatu organ atau untuk mendapatkan hasil interpretasi. Juga dengan menetahui biological behaviuor kita dapat memperkirakan eskresi suatu radiofarmaka.]
4. Aktifitas tertentu (The specific activity) : Bagian radiofarmaka yang berperan memberikan foton yang penting untuk pendeteksian. Sebab dalam suatu materi dapat ditemui bagian yang bersifat non-radioaktif yang dapat merugikan.
5. Jenis Instrument : Berbagai jenis peralatan kedokteran nuklir sengaja didesain hanaya untuk radioisotop yang memiliki enrgi tertentu.

Deteksi radioisotop dapat dibagi dalam 5 kategori :
1. Delution, absoption dan excretion sudies : Bila penderita disuntikkan sejumlah radiofarmaka yang telah diketahui jumlahnya, maka delution yang terjadi atau prosentase absorsi atau kapan dieskresi dapat ditentukan melalui sampel darah, urin, feses dan lain-lain.
2. Concentration sudies : bila suatu radiofarmaka diberikan pada seorang pasien kemudian diukur berapa persen yang ditangkap suatu organ, misal Thyroid Up-take.
3. Dinamic function study : Suatu radiofarmaka dipelajari saat mencapai atau meninggalakan suatu organ. Misal ; pada pemeriksaan cerebral blood flow, renogram.
4. Organ system atau pool Visualization : Setalah radiofarmaka dimasukkan ke dalam tubuh pasien maka distribusinya akan tersaji dalam bentuk gambar. Misalnya pada pemeriksaan scanning otak, cardiac blood pool , Bone scan.
5. In vitro test
6. Radiofarmaka dicampur dengan sampel penderita, misalnya pada pemeriksaan T3 x T4.

Ada 2 macam gambaran yang diperoleh dari hasil scanning :
1. Hot area, artinya daerah abnormal yang menunjukkan kenaikan up take (distribusi yang berlebihan) radiofarmaka. Contoh ; bone scanning dan brain scanning.
2. Pada keadaan dimana radiofarmaka diikat oleh organ tubuh yang normal sehingga pada keadaan abnormal timbul penurunan aktivitas atau cold area. Contoh : scanning liver, thyroid. 

KONTRAS MEDIA


I. Pendahuluan
            Kontras Media mampu membedakan jaringan-jaringan pada gambar foto rontgen digunakan untuk membedakan jaringan-jaringan yang tidak terlihat dalam radiografi biasa. Dapat tampak karena perbedaan berat atom bagian tubuh dengan bahan kontras.
II. Syarat-syarat Bahan Kontras Media :
  1. Tidak merupakan racun dalam tubuh.
  2. Dalam konsentrasi yang rendah telah dapat membuat perbedaan densitas yang cukup.
  3. Mudah cara pemakaiannnya.
  4. Secara ekonomi tidak mahal dan mudah diperoleh dipasaran.
  5. Mudah dikeluarkan dari dalam tubuh/larut sehingga tidak mengganggu organ tubuh yang lain.
III. Guna Kontras Media
  1. Memperlihatkan bentuk anatomi dari bagian yang diperiksa.
  2. Memperlihatkan fungsi organ yang diperiksa.
IV. Yang Harus Diingat :
      Setelah kontras media masuk melalui pembuluh darah, dia tidak menetap disitu tetapi :
1.      Difusi ke cairan tubuh, khususnya cairan ekstraseluler.
2.      Dalam beberapa saat sampai ke arteri ginjal.
3.      Di eksresi oleh ginjal ke dalam Calic Pelvis.
V.  Pengaruh Ion
            Antara kontras media ionik dan non ionik terdapat perbedaan yang jelas, karena masih mengandung ion dalam pada molekulnya dan yang lain tidak. Ion-ion dalam cairan kontras media tersebut dapat terlepas dan akan mempengaruhi struktur jaringan dalam tubuh. Jika disuntikan karena terjadi ion interchange diantara sel-sel tubuh dengan kontras media ionik yang masuk, hal ini berakibat efek samping seperti mual dan alergi, muntah, pusing, bahkan panas dan shock anafilaktik.
VI. Ikatan Ion Kontras Media dalam X-Ray :
·        Ionik → kontas media masih mempunyai ikatan dalam molekul garamnya
·        Non Ionik → kontras media yang tidak mempunyai ion didalam molekul garamnya.
VII. Jenis Bahan Kontras Media
  1. Ionik Monomer
    • 3 atom yodium
    • ion
    • 1 gugus karboxil peranion
    • osmolalitas tinggi
2.      Ionik Dimer
·        6 atom yodium
·        ion
·        1 gugus karboxil dan hidroxil
·        osmolalitas rendah
3.      Non Ionik Monomer
·        3 atom yodium
·        tanpa ion
·        tanpa gugus karboxil
·        4 sampai 6 gugus hidroxil
·        osmolalitas rendah
4.      Non Ionik Dimer
·        6 atom yodium
·        tanpa ion
·        tanpa gugus karboxil
·        lebih dari 8 gugus hidroxil
·        hiposmolar/isosmolar
VIII. Viskositas
            Diukur dengan tingkat mengalirnya melalui tabung kapiler kecil dalam standar tekanan dan temperatur yang ditentukan. Hal ini berhubungan dengan kekuatan yang perlukan untuk menyuntikan yang membatasi tingkat kecepatan penyuntikan. Pada kateterisasi diperlukan penyutikan cepat dibandingkan biasanya, sehingga kontras media yang dipilih adalah yang paling rendah viskositasnya. Viskositas dapat dikurangi dengan merendahkan tingkat konsentrasi iodium dan tentu akan berpengaruh pada opasitas gambar. Dapat juga kontras media dipanaskan pada temperatur tententu untuk mengurangi viskositas dan sesuai dengan temperatur tubuh.

IX. Osmolalitas
            Osmolalitas adalah tekanan osmotik yang terdapat pada partikel yang dilarutkan dalam suatu larutan tertentu hal ini berpengaruh terhadap toleransi kontras media pada tubuh. Makin tinggi tekanan osmotik semakin jelek toleransi kontras media tersebut terhadap tubuh. Kontras media ionik mengalami pemecahan ion, sedangkan pada non ionik tidak terjadi pemecahan ion. Sehingga osmolalitas ionik jauh lebih rendah dibandingkan non ionik. Ukuran satuan osmolaitas = MOSM/Kg H2O.
            Pengaruh osmolaitas secara klinis adalah rasa panas, tidak nyaman, nyeri, kerusakan pada otak dan pembuluh darah, kerusakan pada ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit pada anak-anak.
X. Prinsip Fisika Media Kontras Pada Imejing
·        Timbulnya kontras gambaran hitam putih  pada imejing dari media kontras dan jaringan sekitarnya karena prinsip ATENUASI.
·        Atenuasi terjadi bila ada perbedaan penyerapan radiasi sinar-X yang disebabkan karena nomor atom yang berbeda, kerapatan organ, ketebalan objek berbeda.
XI. Penyebab Reaksi Terhadap Bahan Kontras Media
1.      Khemotoksisitas :
·        Struktur kimia molekul
·        Hidroksil banyak, reaksi rendah
·        Ikatan dengan protein plasma/membran sel, memblok enzim, mengubah fungsi seluler, melepas substasnsi vasoaktif.
            2.   Osmotaksisitas :
·        Efek Osmotik menarik air molekul membran dalam tubuh.
·        Hypertonic bahan kontras media terhadap plasma, menyebabkan rasa sakit (pain), vasodilitasi, hipotensi, kekakuan sel eristrosit.
3.   Toksisitas Ion :
·        Jumlah ion-ion yang bersentuhan dengan fungsi seluler.
4.   Dosis :
·        Dosis besar menyebabkan terjadinya reaksi lebih besar.
            Sebagian besar reaksi kontras media adalah ringan kontras media non ionik terbukti lebih sedikit reaksi anafilaktik dari pada kontras media ionik. Diperkirakan rekasi kontras media non ionik 3-10 kali lebih rendah daripada kontras media ionik. Kontras media ionik lebih bereaksi dibanding non ionik karena kontras media ionik masih mengandung ion dan ketika masuk kedalam tubuh, ion-ion tersebut dilebihkan dan terjadi intercemible didalam sel-sel tubuh kita dan kontras media ionik mempunyai osmolaritas yang tinggi, maka akan bereaksi.

XII. Contoh-contoh Kontras Media Ionik dan Non Ionik
ANGIOGRAFIN
  • Angiografin merupakan jenis kontras media ionik.
  • Komposisi 1 ml Angiografin mengandung 0,65 gr Meglumine Amidotrizoate
( meglumine diatrizoate ) dalam setiap larutan.
  • Angiografin mempunyai viskositas (kekentalan) yang tinggi, serta mempunyai osmolalitas (daya larut) yang tinggi pula.
  • Indikasi :
Angiografin digunakan untuk Intravenus urografi, Retrograde Urografi, Cerebral Thoracic, Abdominal dan Ekstremitas angiografi, Plebografi, Computerize Tomography (CT).
  • Kontra indikasi :
Angiografin tidak baik digunakan untuk Myelografi, Ventrikulografi, Sisternografi, karena bisa menimbulkan neurotoksis.
IOPAMIRO
  • Iopamiro merupakan jenis kontras media non ionik.
  • Iopamiro mempunyai jenis molekul benzine dikarboxamide monomerik.
  • Tekanan osmotik yang rendah, sifat non ionik dari molekul serta kemotoksitas yang rendah merupakan toleransi dari Iopamiro.
  • Indikasi :
1.   Kasus-kasus neurologis (Myeloradikulografi, Sisternografi, dan Ventrikulografi).
2. Kasus-kasus Angiografi (Cerebral Angiografi, Coronoriarteriografi, Thorasic aortografi, Abdominal aortografi, DSA)
3.   Kasus urografi (Intravena urografi, kontras enhancement pada CT Scanning, Artrografi, Fistulografi)
  • Kontra indikasi:
Tidak ada kontra indikasi yang sifatnya absolut pada pemakain Iopamiro, kecuali waldenstrom’s, macroglobulinemia, multiple myeloma serta penyakit hati dan ginjal.

DIGITAL RADIOGRAFI

1. Pengertian
Digital radiografi adalah sebuah bentuk pencitraan sinar_X, dimana sensor-sensor sinar-X digital digunakan menggatikan film fotografi konvensional. Dan processing kimiawi digantikan dengan sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser printer.

2. Komponen Digital Radiography

Sebuah sistem digital radiographi terdiri dari 4 komponen utama, yaitu X-ray source, detektor, Analog-Digital Converter, Computer, dan Output Device.
A. X-ray Source
Sumber yang digunakan untuk menghasilkan X-ray pada DR sama dengan sumber X-ray pada Coventional Radiography. Oleh karena itu, untuk merubah radiografi konvensional menjadi DR tidak perlu mengganti pesawat X-ray.
B. Image Receptor
Detektor berfungsi sebagai Image Receptor yang menggantikan keberadaan kaset dan film. Ada dua tipe alat penangkap gambar digital, yaitu Flat Panel Detectors (FPDs) dan High Density Line Scan Solid State Detectors.
1) Flat Panel Detectors (FPDs)
FPDs adalah jenis detektor yang dirangkai menjadi sebuah panel tipis. Berdasarkan bahannya, FPDs dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Amorphous Silicon 
Amorphous Silicon (a-Si) tergolong teknologi penangkap gambar tidak langsung karena sinar-X diubah menjadi cahaya. Dengan detektor-detektor a-Si, sebuah sintilator pada lapisan terluar detektor (yang terbuat dari Cesium Iodida atau Gadolinium Oksisulfat), mengubah sinar-X menjadi cahaya. Cahaya kemudian diteruskan melalui lapisan photoiodida a-Si dimana cahaya tersebut dikonversi menjadi sebuah sinyal keluaran digital. Sinyal digital kemudian dibaca oleh film transistor tipis (TFT’s) atau oleh Charged Couple Device (CCD’s). Data gambar dikirim ke dalam sebuah computer untuk ditampilkan. Detektor a-Si adalah tipe FPD yang paling banyak dijual di industri digital imaging saat ini. 

b. Amorphous Selenium (a-Se)
Amorphous Selenium (a-Se) dikenal sebagai detektor langsung karena tidak ada konversi energi sinar-X menjadi cahaya. Lapisan terluar dari flat panel adalah elektroda bias tegangan tinggi. Elektrode bias mempercepat energi yang ditangkap dari penyinaran sinar X mealui lapisan selenium. Foton-foton sinar-X mengalir melalui lapisan selenium menciptakan pasangan lubang electron. Lubang-lubang elektron tersebut tersimpan dalam selenium berdasarkan pengisian tegangan bias. Pola (lubang-lubang) yang terbentuk pada lapisan selenium dibaca oleh rangakaian TFT atau Elektrometer Probes untuk diinterpretasikan menjadi citra. 
2) High Density Line Scan Solid State device
Tipe penangkapan gambar yang kedua pada DR adalah High Density Line Scan Solid State device. Alat ini terdiri dari Photostimulable Barium Fluoro Bromide yang dipadukan dengan Europium (BaFlBr:Eu) tatu Fosfor Cesium Bromida (CsBr).
Detektor fosofor merekam energi sinar-X selama penyinaran dan dipindai (scan) oleh sebuah dioda laser linear untuk mengeluarkan energi yang tersimpan yang kemudian dibaca oleh sebuah penangkap gambar digital Charge Coupled Devices (CCD’s). Image data kemudian ditransfer oleh Radiografer untuk ditampilkan dan dikirim menuju work stasion milik radiolog.
C. Analog to Digital Converter
Komponen ini berfungsi untuk merubah data analog yang dikeluarkan detektor menjadi data digital yang dapat diinterpretasikan oleh komputer.
D. Komputer
Komponen ini berfungsi untuk mengolah data, manipulasi image, menyimpan data-data (image), dan menghubungkannya dengan output device atau work station.
E. Output Device
Sebuah sistem digital radiografi memiliki monitor untuk menampilkan gambar. Melaui monitor ini, radiografer dapat menentukan layak atau tidaknya gambar untuk diteruskan kepada work station radiolog. 
Selain monitor, output device dapat berupa laser printer apabila ingin diperoleh data dalam bentuk fisik (radiograf). Media yang digunakan untuk mencetak gambar berupa film khusus (dry view) yang tidak memerlukan proses kimiawi untuk mengasilkan gambar.
Gambar yang dihasilkan dapat langsung dikirimkan dalam bentuk digital kepada radiolog di ruang baca melaui jaringan work station. Dengan cara ini, dimungkinkan pembacaan foto melaui teleradiology.


Pesawat Digital Radiography

Gambar Hasil Pencitraan dengan DR

3. Prinsip Kerja
Prinsip kerja Digital Radiography (DR) atau (DX) pada intinya menangkap sinar-X tanpa menggunakan film. Sebagai ganti film sinar X, digunakan sebuah penangkap gambar digital untuk merekam gambar sinar X dan mengubahnya menjadi file digital yang dapat ditampilkan atau dicetak untuk dibaca dan disimpan sebagai bagian rekam medis pasien. 


Skema Prinsip Kerja DR


4. Kelebihan dan Kekurangan Digital Radiography
Kelebihan yang dimiliki digital radiography antara lain:
a. Cepat dan efisien karena tidak membutuhkan kamar gelap untuk pencetakan gambar.
b. Hasil lebih akurat. 
c. Sistem sinar-X (pesawat) dapat tetap digunakan dengan dilakukan moifikasi.
d. Tidak membutuhkan ahli komputer karena perangkat lunak yang digunakan untuk mengatur image mudah digunakan.
e. Angka penolakan film dapat ditekan.
f. Dapat digunakan untuk radiografi mobile X-Ray unit dengan detektor digital (flat digital). 

Kekurangan digital radiography antara lain :
a. Dibutuhkan dana yang besar untuk mengganti fasilitas radiografi konvensional menjadi digital.
b. Kesalahan faktor eksposi yang terlalu parah tidak dapat diperbaiki.
c. Walaupun diklaim dapat mengurangi dosis yang diterima pasien, digital radiografi justru lebih sering meningkatkan dosis pasien, karena
- Over eksposure tidak akan terdeteksi (dapat dikurangi dengan mudah dalam proses komputer). Sehingga radiografer cenderung menambah faktor eksposi.
- Pengulangan pemeriksaan (sebelum dicetak) tidak akan menambah jumlah film yang digunakan, sehingga menurunkan tingkat kehati-hatian radiografer.

Computed radiography vs Digital radiografi




Mengapa harus Digital?
zaman yang semakin berkembang, menuntut kita untuk bekerja cepat dengan proses yang tepat. Era digital membawa perubahan dalam berbagai bidang dan membantu kerja manusia. JADI mengapa harus digital? Dunia kesehatan terutama di bidang Radiologi di minta berkerja secara cepat dan efektif. Penggunaan teknologi digital dalam bidang ini membantu kerja Radiografer  menjadi lebih baik. keuntungan lain dari teknologi ini adalah berkurangnya Reject film, penyimpanan film lebih aman karna dalam bentuk data dan juga lebih bersih.

Computed radiography
adalah proses merubah system analog pada konvensional radiografi menjadi digital radiografi . Pada sistem Computed Radiography data analog dikonversi ke dalam data digital pada saat tahap pembangkitan energi yang terperangkap di dalam Imaging Plate dengan menggunaklan laser, selanjutnya data digital berupa sinyal-sinyal ditangkap oleh Photo Multiplier Tube (PMT ) kemudian cahaya tersebut digandakan dan diperkuat intensitasnya setelah itu di ubah menjadi sinyal elektrik yang akan di konversi kedalam data digital oleh Analog Digital Converter (ADC).

Pada penggunaan radiografi konvensional digunakan penggabung antara film radiografi dan screen, akan tetapi pada Komputer radiografi menggunakan imaging plate. Walaupun imaging plate secara fisik terlihat sama dengan screen konvensional tetapi memiliki fungsi yang sangat jauh berbeda, karena pada imaging plate berfungsi untuk menyimpan enersi sinar x kedalam photo stimulable phosphor dan menyampaikan informasi gambar itu ke dalam bentuk data digital.

Komponen-komponen yang terdapat pada Computed Radiography antara lain :

Kaset
Kaset pada Computed Radiography terbuat dari carbon fiber dan bagian belakang terbuat dari almunium, kaset ini berfungsi sebagaii pelindung dari Imaging Plate.

Imaging Plate
merupakan komponen utama pada sistem CR yang berfungsi menyimpan energi sinar x, imaging plate terbuat dari bahan Photostimulabel phosphor. Dengan menggunakan Imaging Plate memungkinkan proses gambar pada sistem komputer radiografi untuk melakukan berbagai modifikasi.

Proses yang terjadi pada Imaging Plate di mulai pada saat terkena penyinaran sinar-x , Imaging Plate akan menangkap energi dari sinar x kemudian disimpan oleh bahan phosphor yang akan dirubah menjadi data digital dengan Laser Scanner di dalam Image Reader. Setelah Imaging Plate melalui proses scanning, gambaran akan di tampilkan pada monitor komputer, sementara Imaging Plate masuk ke bagian data penghapusan (erasure) untuk dibersihkan sehingga dapat digunakan kembali untuk pasien yang lainnya.

Proses pembentukan gambar yang terjadi pada imaging plate melalui beberapa tahapan :

1). Exposure
Imaging Plate diletakkan didalam kaset, setelah itu kita lakukan eksposi dengan menggunakan sinar x. Sinar x yang menembus obyek akan mengalami atenulasi sehingga enersi dari sinar x tersebur ditangkap oleh imaging plate dalam bentuk data digital.

2). Stimulate
Bayanggan tersebut kemudian distimulasi dengan Photo Stimulable Phosphor (PSP) yang fungsinya untuk mengubah bayangan laten pada IP menjadi cahaya tampak.

3). Read (pembacaan)
Dengan menggunakan Photo Multiplier, cahaya tampak tersebut di tangkap dan digandakan serta diperkuat intensitasnya kemudian diubah menjadi sinyal elektrik. kemudian sinyal-sinyal ini direkonstruksikan menjadi sebuah gambaran yang dapat dilihat oleh layar monitor.

4). Erasure (penghapusan)
Setelah proses pembacaan seselai, data gambar pada imaging plate secara otomatis akan dihapus oleh Intense Light sehingga imaging plate dapat digunakan kembali.

Digital radiografi
adalah sebuah bentuk pencitraan sinar_X, dimana sensor-sensor sinar-X digital digunakan menggatikan film fotografi konvensional. Dan processing kimiawi digantikan dengan sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser printer.
Komponen Digital Radiography
Sebuah sistem digital radiographi terdiri dari 4 komponen utama, yaitu X-ray source, detektor, Analog-Digital Converter, Computer, dan Output Device.
A. X-ray Source
Sumber yang digunakan untuk menghasilkan X-ray pada DR sama dengan sumber X-ray pada Coventional Radiography. Oleh karena itu, untuk merubah radiografi konvensional menjadi DR tidak perlu mengganti pesawat X-ray.
B. Image Receptor
Detektor berfungsi sebagai Image Receptor yang menggantikan keberadaan kaset dan film. Ada dua tipe alat penangkap gambar digital, yaitu Flat Panel Detectors (FPDs) dan High Density Line Scan Solid State Detectors.
1) Flat Panel Detectors (FPDs)
FPDs adalah jenis detektor yang dirangkai menjadi sebuah panel tipis. Berdasarkan bahannya, FPDs dibedakan menjadi dua, yaitu
a. Amorphous Silicon
Amorphous Silicon (a-Si) tergolong teknologi penangkap gambar tidak langsung karena sinar-X diubah menjadi cahaya. Dengan detektor-detektor a-Si, sebuah sintilator pada lapisan terluar detektor (yang terbuat dari Cesium Iodida atau Gadolinium Oksisulfat), mengubah sinar-X menjadi cahaya. Cahaya kemudian diteruskan melalui lapisan photoiodida a-Si dimana cahaya tersebut dikonversi menjadi sebuah sinyal keluaran digital. Sinyal digital kemudian dibaca oleh film transistor tipis (TFT’s) atau oleh Charged Couple Device (CCD’s). Data gambar dikirim ke dalam sebuah computer untuk ditampilkan. Detektor a-Si adalah tipe FPD yang paling banyak dijual di industri digital imaging saat ini.

b. Amorphous Selenium (a-Se)
Amorphous Selenium (a-Se) dikenal sebagai detektor langsung karena tidak ada konversi energi sinar-X menjadi cahaya. Lapisan terluar dari flat panel adalah elektroda bias tegangan tinggi. Elektrode bias mempercepat energi yang ditangkap dari penyinaran sinar X mealui lapisan selenium. Foton-foton sinar-X mengalir melalui lapisan selenium menciptakan pasangan lubang electron. Lubang-lubang elektron tersebut tersimpan dalam selenium berdasarkan pengisian tegangan bias. Pola (lubang-lubang) yang terbentuk pada lapisan selenium dibaca oleh rangakaian TFT atau Elektrometer Probes untuk diinterpretasikan menjadi citra.
2) High Density Line Scan Solid State device
Tipe penangkapan gambar yang kedua pada DR adalah High Density Line Scan Solid State device. Alat ini terdiri dari Photostimulable Barium Fluoro Bromide yang dipadukan dengan Europium (BaFlBr:Eu) tatu Fosfor Cesium Bromida (CsBr).
Detektor fosofor merekam energi sinar-X selama penyinaran dan dipindai (scan) oleh sebuah dioda laser linear untuk mengeluarkan energi yang tersimpan yang kemudian dibaca oleh sebuah penangkap gambar digital Charge Coupled Devices (CCD’s). Image data kemudian ditransfer oleh Radiografer untuk ditampilkan dan dikirim menuju work stasion milik radiolog.
C. Analog to Digital Converter
Komponen ini berfungsi untuk merubah data analog yang dikeluarkan detektor menjadi data digital yang dapat diinterpretasikan oleh komputer.
D. Komputer
Komponen ini berfungsi untuk mengolah data, manipulasi image, menyimpan data-data (image), dan menghubungkannya dengan output device atau work station.
E. Output Device
Sebuah sistem digital radiografi memiliki monitor untuk menampilkan gambar. Melaui monitor ini, radiografer dapat menentukan layak atau tidaknya gambar untuk diteruskan kepada work station radiolog.
Selain monitor, output device dapat berupa laser printer apabila ingin diperoleh data dalam bentuk fisik (radiograf). Media yang digunakan untuk mencetak gambar berupa film khusus (dry view) yang tidak memerlukan proses kimiawi untuk mengasilkan gambar.

Kamis, 16 Januari 2014

RADIOTERAPI




Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan radiasi yang bersumber dari energi radioaktif. Cukup banyak dari penderita kankeryang berobat ke rumah sakit menerima terapi radiasi. Kadang radiasi yang diterima merupakan terapi tunggal, kadang dikombinasikan dengan kemoterapi dan/atau operasi pembedahan. Tidak jarang pula seorang penderita kankermenerima lebih dari satu jenis radiasi.
Terapi radiasi yang juga disebut radioterapi, irradiasi, terapi sinar-x, atau istilah populernya "dibestral" ini bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker. Paling tidak untuk mengurangi ukurannya atau menghilangkan gejala dan gangguan yang menyertainya. Terkadang malah digunakan untuk pencegahan (profilaktik). Radiasi menghancurkan material genetik sel sehingga sel tidak dapat membelah dan tumbuh lagi.
Tidak hanya sel kanker yang hancur oleh radiasi. Sel normal juga. Karena itu dalam terapi radiasi dokter selalu berusaha menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin, sambil sebisa mungkin menghindari sel sehat di sekitarnya. Tetapi sekalipun terkena, kebanyakan sel normal dan sehat mampu memulihkan diri dari efek radiasi. Radiasi bisa digunakan untuk mengobati hampir semua jenis tumor padat termasuk kanker otak, payudara, leher rahim, tenggorokan, paru-paru, pankreas, prostat, kulit, dan sebagainya, bahkan juga leukemia dan limfoma. Cara dan dosisnya tergantung banyak hal, antara lain jenis kanker, lokasinya, apakah jaringan di sekitarnya rawan rusak, kesehatan umum dan riwayat medis penderita, apakah penderita menjalani pengobatan lain, dan sebagainya.
Terapi radiasi banyak jenisnya. Secara garis besar terbagi atas radiasi eksternal (menggunakan mesin di luar tubuh), radiasi internal (susuk/implant), serta radiasi sistemik yang mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Yang paling banyak digunakan adalah radiasi eksternal. Sebagian merupakan perpaduan antara radiasi eksternal dan internal atau sistemik. Kedua jenis radiasi kadang diberikan bergantian, kadang bersamaan.

Jenis Radioterapi

Radiasi Eksternal

Radiasi jenis ini bisa menghancurkan hampir semua jenis kanker dan bisa dijalani oleh pasien rawat jalan (tidak perlu opname). Juga bisa digunakan untuk menghilangkan nyeri dan gangguan lain yang lazim dialami oleh penderita kanker yang sudah metastase (menyebar).
Kadang diberikan bersamaan dengan operasi/pembedahan, yaitu kalau kankernya belum menyebar tetapi tidak bisa diangkat seluruhnya, atau dikhawatirkan akan tumbuh lagi di sekitarnya. Tindakan dilakukan setelah jaringan utama kanker diangkat, sebelum luka bedah ditutup kembali lokasi bekas kanker diradiasi. Cara yang disebut intraoperative radiation therapy (IORT) ini terutama digunakan pada kanker thyroid, usus, pankreas, dan rahim (termasuk indung telur, leher rahim, mulut rahim, dan sekitarnya).
Radiasi eksternal juga diberikan sebagai pencegahan (prophylactic cranial irradiation, PCI), misalnya pada penderita kanker paru radiasinya diarahkan ke otak supaya sel kanker tidak menjalar ke otak.
Terapi radiasi eksternal tidak membuat penderita menjadi radioaktif (memancarkan radiasi ke sekitarnya). Jadi tidak berbahaya bagi orang-orang di sekitarnya.

Radiasi Internal (Brachytherapy)

Sumber radiasi berupa susuk/implant berbentuk seperti kabel, pita, kapsul, kateter, atau butiran kecil berisi isotop radioaktif iodine, strontium 89, fosfor, palladium, cesium, iridium, fosfat, atau cobalt, yang ditanamkan tepat di jaringan kanker atau di dekatnya. Cara ini lebih efektif membunuh sel kanker sekaligus memperkecil kerusakan jaringan sehat di sekitar sasaran radiasi.
Radiasi internal sering digunakan untuk mengobati kanker di daerah kepala dan leher, thyroid, prostat, leher rahim, kandungan, payudara, sekitar selangkangan, dan di saluran kencing.
Susuk radioaktif ini ada yang ditanam selama beberapa menit saja (dosis tinggi), ada yang selama beberapa hari (dosis rendah), ada juga yang dibiarkan di dalam tubuh tanpa diangkat lagi.
Selama menjalani terapi ini penderita sedikit radioaktif, khususnya di sekitar lokasi susuk, tetapi secara keseluruhan tubuh penderita tidaklah radioaktif. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, penderita perlu menjalani rawat inap dengan beberapa batasan. Misalnya, dirawat di ruang tersendiri. Pendamping boleh melayani penderita, tetapi tidak terus-menerus berada di sisinya. Begitu juga tamu yang bezuk dibatasi waktunya. Wanita hamil dan anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak boleh berkunjung. Tetapi setelah implant radioaktif ini diambil lagi, penderita sama sekali tidak radioaktif.

Radiasi Sistemik

Pada radiasi sistemik, bahan radioaktif sebagai sumber radiasi ditelan seperti obat atau disuntikkan, yang kemudian mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Radiasi ini digunakan untuk mengobati kanker thyroid dan non-Hodgkin’s lymphoma.
Sisa-sisa bahan radioaktif yang tak terpakai keluar dari tubuh melalui air liur, keringat, dan air kencing. Dalam kurun waktu tertentu cairan ini bersifat radioaktif, tetapi sesudahnya tidak lagi. Itu sebabnya penderita yang menjalani radiasi sistemik perlu menjalani rawat inap.

EFEK SAMPING
Efek samping terapi radiasi tidak selalu muncul, tetapi ada yang mengalaminya, menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan kadang cukup parah. Ada yang merasakan beberapa hari/minggu sejak terapi dimulai (dan menghilang beberapa waktu setelah radiasi dihentikan), ada juga yang efek sampingnya baru muncul beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Yang begini biasanya bersifat kronik/permanen.
Berbeda dengan kemoterapi yang efeknya mengenai seluruh tubuh, khususnya sel-sel yang membelah dengan cepat, dan relatif sama dari satu orang ke orang lain, efek samping radioterapi berbeda-beda tergantung pada area tubuh yang diterapi. Yang paling umum adalah rasa lemah tak bertenaga, yang biasanya muncul beberapa minggu setelah radioterapi dimulai. Banyak yang menjadi penyebabnya. Bisa karena kurang darah, stres, kurang tidur, nyeri, kurang nafsu makan, atau capai karena setiap hari harus ke rumah sakit. Juga, selama radiasi tubuh membutuhkan banyak energi untuk memulihkan sel-sel sehat yang rusak. Setelah terapi dihentikan, efek ini lambat laun menghilang.